JAKARTA - Upaya meningkatkan produktivitas sektor perikanan budi daya terus dipercepat pemerintah menjelang awal tahun 2026.
Salah satu langkah strategis yang disiapkan adalah penyaluran pupuk bersubsidi khusus sektor perikanan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan program tersebut siap dijalankan sejak awal 2026 guna mendukung pembudidaya ikan, terutama yang masih mengandalkan teknologi sederhana dalam kegiatan produksinya.
Kehadiran pupuk bersubsidi ini dinilai krusial karena menyentuh langsung kebutuhan dasar pembudidaya ikan.
Setelah hampir empat tahun tidak mendapatkan akses pupuk subsidi, program ini menjadi momentum penting untuk memperbaiki siklus produksi, meningkatkan hasil panen, serta menjaga keberlanjutan usaha budi daya di berbagai daerah.
Dukungan KKP untuk Produktivitas Pembudidaya Ikan
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP, Tb Haeru Rahayu, menyampaikan bahwa penyaluran pupuk bersubsidi sektor perikanan dirancang untuk mendukung Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Program ini sejalan dengan target swasembada pangan, pemerataan ekonomi, serta pengentasan kemiskinan melalui penguatan produksi perikanan budi daya yang berkelanjutan.
“Kami ingin memastikan pembudidaya bisa mendapatkan pupuk sesuai target di awal tahun agar siklus produksi tidak terganggu,” kata Tb Haeru Rahayu yang akrab disapa Tebe dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Menurut Tebe, ketersediaan pupuk di awal tahun sangat menentukan keberhasilan produksi. Jika distribusi terlambat, pembudidaya berpotensi kehilangan waktu tanam yang berdampak pada menurunnya hasil panen. Oleh karena itu, KKP berupaya memastikan pupuk bersubsidi sudah tersedia dan dapat ditebus tepat waktu.
Peran Vital Pupuk dalam Budidaya Berteknologi Sederhana
Penyaluran pupuk bersubsidi sektor perikanan dinilai menjadi titik balik setelah pembudidaya ikan hampir empat tahun tidak memperoleh akses pupuk subsidi. Kondisi tersebut cukup memengaruhi produktivitas, khususnya pada tambak-tambak yang masih menggunakan teknologi sederhana.
“Pupuk ini menentukan keberhasilan budi daya, terutama pada tambak berteknologi sederhana yang mengandalkan pakan alami berupa plankton,” ujar Tebe.
Ia menjelaskan bahwa dalam sistem budi daya berteknologi sederhana, pupuk berfungsi menumbuhkan plankton yang menjadi sumber pakan alami ikan.
Tanpa pemupukan, pertumbuhan plankton tidak optimal sehingga berdampak langsung pada pertumbuhan ikan dan hasil panen.
“Kami melihat langsung di lapangan, jika tidak dipupuk, pertumbuhan ikan tidak maksimal. Ini adalah realitas yang dihadapi pembudidaya,” kata Tebe.
Dengan adanya pupuk bersubsidi, diharapkan pembudidaya dapat kembali mengelola tambak secara optimal tanpa terbebani biaya produksi yang tinggi.
Kesiapan Sistem Distribusi dan Tantangan Lapangan
KKP telah melakukan simulasi penyaluran pupuk bersubsidi di Lamongan sebagai bagian dari persiapan implementasi nasional. Dari hasil simulasi tersebut, proses penebusan pupuk dinilai relatif cepat, dengan waktu transaksi hanya sekitar tiga hingga empat menit.
Meski demikian, Tebe mengungkapkan masih terdapat sejumlah titik kritis yang perlu menjadi perhatian bersama. Salah satunya adalah ketersediaan jaringan internet di kios pupuk, mengingat sistem penyaluran menggunakan platform digital. Selain itu, kelengkapan dan keakuratan data pembudidaya dalam sistem juga menjadi faktor penting.
Ia menekankan bahwa meskipun infrastruktur budidaya sudah siap, program tidak akan berjalan optimal apabila pembudidayanya belum terdata. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk memastikan data pembudidaya yang berhak menerima pupuk subsidi telah diperbarui.
“Karena itu, kami mendorong pemerintah daerah segera mengupdate data pembudidaya yang berhak menerima pupuk subsidi,” kata Tebe menegaskan.
Alokasi Pupuk dan Payung Hukum Penyaluran
KKP mencatat alokasi pupuk bersubsidi sektor perikanan untuk Tahun Anggaran 2026 telah ditetapkan sebesar 295.686 ton. Penetapan ini menjadi dasar kuat bagi pelaksanaan program di lapangan dan menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung sektor perikanan budi daya.
Kebijakan tersebut didukung oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 22 Tahun 2025 sebagai payung hukum.
Selain itu, kebijakan ini merupakan implementasi lintas sektor yang sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 sebagaimana disempurnakan melalui Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi, serta diperkuat dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025.
Pengawasan dan penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan melalui sistem digital Rencana Penyediaan dan Penyaluran Subsidi Pupuk (e-RPSP) yang dibangun KKP.
Sistem ini terintegrasi dengan aplikasi iPubers milik PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), sehingga proses penebusan di kios dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, dan tepat sasaran.
Kesiapan Produksi dan Harapan ke Depan
Dari sisi distribusi, Direktur Supply Chain Pupuk Indonesia, Robby Setiabudi Madjid, menyatakan bahwa produksi dan pendistribusian pupuk untuk sektor perikanan telah dipersiapkan dengan matang.
“Awal tahun 2026, pupuk bersubsidi sektor perikanan akan tersedia di kios-kios terdaftar dengan jenis Urea, SP-36, dan pupuk organik sesuai rekomendasi. Kami memastikan kesiapan dari sisi produksi, distribusi, dan ketepatan waktu,” ujar Robby.
Ia menambahkan bahwa perluasan pupuk bersubsidi ke sektor perikanan merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam menjawab kebutuhan pembudidaya ikan. Program ini diharapkan mampu meningkatkan produktivitas sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono juga menegaskan pentingnya peningkatan budi daya perikanan untuk memenuhi kebutuhan protein nasional.
Selain mendukung ketahanan pangan, peningkatan produktivitas budi daya juga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketergantungan pada hasil tangkapan ikan di alam.
Dengan kesiapan regulasi, sistem distribusi, serta dukungan lintas sektor, penyaluran pupuk bersubsidi sektor perikanan di awal 2026 diharapkan menjadi langkah konkret dalam memperkuat sektor perikanan budi daya secara berkelanjutan.